BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tindakan
Sosial
Tindakan
atau aksi berarti perbuatan atau sesuatu yang dilakukan. Secara sosiologis,
tindakan artinya seluruh perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar atau
tidak disadari, sengaja atau tidak disengaja yang mempunyai makna subyektif
bagi pelakunya.[1]
Sedangkan sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat.
Di
dalam sosiologi, tindakan sosial banyak dikemukakan oleh Max Weber seorang ahli
sosiologi Jerman, yang menyatakan bahwa tindakan sosial dimulai dari tindakan
individu atau perilaku individu dengan perilaku orang lain, yang diorientasikan
pada hasil tindakan tersebut, sehingga dapat dipahami secara subjektif,
maksudnya setiap tindakan sosial yang dilakukan seseorang akan memiliki maksud
atau makna tertentu.
Tindakan
sosial pada seseorang baru terjadi apabila tindakan tersebut dihubungkan dengan
orang lain. Tindakan sosial yang dimulai dari tindakan individu-individu
memiliki keunikan atau ciri tersendiri. [2]
Tindakan
sosial mempunyai ciri-ciri sehingga dapat dikatakan sebagai tindakan sosial.
Seperti, tindakan manusia yang mengandung makna subyektif, berupa tindakan
nyata, berasal dari akibat pengaruh positif maupun negative dari suatu situasi,
tindakan yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya setelah adanya tindakan
sosial, adanya tujuan, dan melibatkan lebih dari satu individu.[3]
[1] Abu Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar.(Jakarta:PT
Rineka Cipta).2003. 27
[2]
Ridwan Effendi dan Elly Malihah. Pendidikan
Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. (Bandung : Yasindo Multi Aspek).
2007. Hlm. 48
[3] Dosen Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS UNNES.
Berkesenian : Tindakan Sosial Menurut Max Weber. PDF. (online). (http://download.portalgaruda.org, diakses 14 Maret 2015)
Jadi,
tindakan sosial merupakan suatu perbuatan yang dimulai dari satu individu yang
mempengaruhi individu lain, yang kemudian dari hasil tindakan tersebut
menimbulkan suatu tujuan, baik itu yang
berupa positif maupun negative. jika suatu perbuatan hanya dilakukan seorang
diri (tanpa ada lawan). Misalnya aksi melamun, belajar yang dilakukan seorang
diri, maka hal tersebut tidak bias disebut dengan tindakan sosial. Karena tidak
melibatkan individu lain dalam tindakannya. Sebaliknya, jika seseorang
melakukan tindakan misalnya membersihkan selokan dan kemudian mengajak individu
lain untuk bergabung bersama kerja bakti membersihkan selokan sehingga
mewujudkan tujuan bersama yaitu terciptanya lingkungan kampong yang bersih,
maka hal itu dapat dikatakan sebagai tindakan sosial karena tindakannya
melibatkan lebih dari satu individu dan mampu mempengaruhi lingkungan
sekitarnya.
Tindakan sosial ini dipengaruhi oleh faktor
eksternal, yaitu manusia
merupakan makhluk yang tidak akan bisa hidup tanpa manusia lain, sebab secara
biologis manusia adalah makhluk yang paling lemah. Sejak dilahirkan ke dunia,
manusia mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu keinginan untuk
menjadi satu dengan manusia lain di sekitarnya (masyarakat) dan keinginan untuk
menjadi satu dengan lingkungan alam di sekitarnya. Faktor tersebut yang
mempengaruhi adanya suatu tindakan sosial. Sehingga sebagai makhluk sosial yang
tidak bias lepas dari manusia lain, dan dari sebuah tindakan sosial yang dapat
menimbulkan tujuan positif serta negative. seharusnya kita dapat
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum melakukan tindakan, agar terhindar dari
tindakan-tindakan yang dapat membawa dampak merugikan orang lain di sekitar dan
lingkungan alam di sekitarnya.
A.
Pengertian
Interaksi Sosial
Setelah membahas tindakan sosial, maka
dapat diuraikan bahwa di dalam tindakan sosial terdapat suatu proses sosial
yaitu interaksi sosial. Interaksi sosial adalah wujud dari sebuah tindakan
sosial di mana tidak akan terjadi tindakan sosial jika tidak terjadi interaksi
sosial. Karena tindakan sosial melibatkan lebih dari satu individu yang
menimbulkan adanya hubungan timbale balik. Ada beberapa pengertian dari
interaksi sosial yang ada di lingkungan masyarakat, di antaranya:
1. Menurut
H. Booner dalam bukunya, social psychology, memberikan rumusan interaksi
sosial, bahwa : ”interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau
lebih, di mana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.”
2. Menurut
Gillin and Gillin dalam bukunya pada tahun 1954 yang menyatakan bahwa interaksi
sosial adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antar
kelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok[1].
3. Menurut Soerjono Soekanto, interaksi
sosial yaitu dasar proses sosial yang
terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan
antar individu, antar kelompok, atau antara individu dan kelompok
4. Menurut
Kimball Young & Raymond W. Mack Interaksi sosial adalah hubungan sosial
yang dinamis dan menyangkut hubungan antar individu, antara individu dengan
kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok lainnya.[2]
5. Menurut
Astrid S. Susanto Interaksi
sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan hubungan tetap dan pada
akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Hasil interaksi sangat
ditentukan oleh nilai dan arti serta interpretasi yang diberikan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini.
6. Menurut Maryati dan Suryawati Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau
interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu
dan kelompok.[3]
7. Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai hal saling
melakukan aksi, berhubungan atau saling mempengaruhi.[4]
Dengan
demikian interaksi sosial adalah hubungan timbal balik (berupa) tindakan antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan
kelompok yang saling mempengaruhi satu sama lain dan mempunyai suatu tujuan,
baik itu berupa tindakan yang mengarah pada hal positif maupun negatif.
Bentuk umum proses-proses sosial adalah
interaksi sosial. Interaksi sosial sebagai syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Apabila dua orang bertemu, saat itulah interaksi
dimulai. Pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara
atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan
bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok
manusia terjadi antara kelompok tersebut sebagai kesatuan dan biasanya tidak
menyangkut pribadi anggota-anggotanya. Interaksi sosial antara
kelompok-kelompok terjadi antara kelompok lazim juga terjadi di dalam
masyarakat. Apabila terjadi pertentangan antara kepentingan-kepentingan orang
perorangan dengan kepentingan-kepentingan kelompok maka akan sangat terlihat
dampaknya.[5]
Seperti telah dipaparkan di atas, bahwa
interaksi sosial bisa terjadi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Berikut adalah penjelasannya:
1. Interaksi antara individu dengan
individu
Adalah
individu yang satu memberikan pengaruh, rangsangan/stimulus kepada individu
lainnya dan sebaliknya, individu yang terkena pengaruh itu akan memberikan
reaksi, tanggapan atau respon.
2.
Interaksi antara individu dengan kelompok

Gb. Contoh Interaksi sosial antara individu dengan kelompok
Dari
gambar di atas dapat dilihat secara konkret bentuk interaksi sosial antara
individu dengan kelompok bisa digambarkan seperti seorang guru yang sedang
berhadapan dan mengajari siswa-siswinya di dalam kelas atau seorang penceramah
yang sedang berpidato di depan orang banyak. Bentuk interaksi semacam ini juga
menunjukkan bahwa kepentingan seseorang individu berhadapan atau bisa ada
saling keterkaitan dengan kepentingan kelompok. Individu dapat membawa pengaruh
bagi suatu kelompok.
3. Interaksi antar kelompok dengan
kelompok
Bentuk
interaksi antara kelompok dengan kelompok saling berhadapan dalam kepentingan,
namun bisa juga ada kepentingan individu di situ dan kepentingan dalam kelompok
merupakan satu kesatuan.[6]
Misalnya dalam sebuah Negara terdapat strukturalisasi yang nantinya akan
mengerjakan tugas Negara (eg: DPR, MPR), dalam anggota DPR atau MPR tersebut di
dalamnya tentu tidak lepas dari akumpulan beberapa kelompok partai politik, di
mana dalam sebuah partai politik terdiri dari beberapa individu yang membentuk
kelompok, yang kemudian dalam kerjasama antara kelompok parpol satu dengan
parpol lain mempunyai tujuan bersama yaitu untuk mewujudkan Negara yang aman,
tentram, damai, dengan menampung dan menindaklanjuti aspirasi-aspirasi rakyat
di Negara tersebut.
B. Ciri-Ciri
Interaksi Sosial
Menurut
Charles P. Loomis, sebuah hubungan disebut interaksi sosial jika memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Jumlah
pelaku dua orang atau lebih.
Dilihat
dari pengertian interaksi sosial bahwa interaksi adalah hubungan timbale balik
antara individu satu dengan yang lain. Dari sini berarti tidak bias dikatakan
berinteraksi jika hanya terdapat satu individu yang melakukan tindakan.
2. Adanya
komunikasi antar pelaku dengan menggunakan symbol atau lambang.
Dalam
melakukan hubungan timbal balik atau interaksi tentu di dalamnya terdapat
komunikasi yang merupakan syarat mutlak terjadinya interaksi sosial. Dalam hal
ini, komunikasi terdiri dari lima unsur pokok, yaitu:
a. Komunikator,
yaitu orang-orang yang menyampaikan pesan, perasaan atau pikiran kepada pihak
lain.
b. Komunikan,
yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi atau menerima pesan, perasaan,
atau pikiran dari orang lain (komunikator).
c. Pesan,
yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan dapat
berupa informasi, instruksi dan perasaan.
d. Media,
yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan,
tulisan, gambar, dan film.
e. Efek,
yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan
pesan dari komunikator.[7]
3. Adanya
dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Dalam
interaksi sosial tidak terlepas dari unsure waktu, interaksi sosial dapat
terjadi dan mempengaruhi keadaan baik pada masa lalu, masa saat itu juga, atau
masa yang akan dating.
4. Adanya
tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.[8]
![]() |
Gb.
Contoh interaksi sosial yang dilakukan oleh warga desa Banjarejo
Dari
contoh gambar tersebut maka dapat dilihat bahwa untuk melakukan inetraksi di
dalamnya harus memenuhi syarat yaitu jumlah pelaku lebih dari 2 orang yang
dtunjukkan pada gambar terdapat 6 orang pelaku yang terlibat dalam rapat,
adanya komunikasi antar pelaku, kemudia adanya dimensi waktu dan tujuan
bersama, dalam gambar tersebut yaitu warga desa Banjarejo yang sedang melakukan
rapat persiapan hari kemerdekaan. Dengan demikian, interaksi sosial terjadi
dengan tujuan bersama yaitu untuk mensukseskan acara hari peringatan kemerdekaan
Indonesia dan dengan adanya dimensi waktu yaitu dilakukan sekarang dan
berpengaruh untuk masa selanjutnya.
C. Syarat-Syarat
Terjadinya Interaksi Sosial
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa proses
sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di mana di dalamnya
terdapat suatu proses hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya. Proses
hubungan tersebut berupa antar tindakan sosial yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Interaksi sosial, dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara
dua belah pihak, baik antara individu satu dengan individu, individu dengan
kelompok atau kelompok dengan kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Terjadinya interaksi sosial sebagaimana
dimaksud, karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing
pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Roucek dan Warren, interaksi adalah
salah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar segala proses sosial.
Interaksi merupakan proses timbal balik, di mana satu kelompok dipengaruhi
tingkah laku reaktif pihak lain dengan demikian ia mempengaruhi tingkah laku
orang lain. Orang mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak.
Kontak ini mungkin berlangsung melalui fisik, seperti dalam obrolan, yang di
dalam obrolan tersebut terjadi proses mendengarkan, melakukan gerakan pada
beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain lagi, atau secara tidak langsung
melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh. Misalnya melalui
telepon atau dengan saling memberikan isyarat atau kode satu sama lain.[9]
Untuk terjadinya interaksi sosial
diperlukan adanya syarat-syarat yang harus ada, yaitu :
1. Adanya
kontak sosial (social contact)
Kata kontak berasal dari bahasa Latin “con”
yang artinya bersama-sama dan “tanga” yang berarti menyentuh. Jadi
secara harfiah kontak berarti “bersama-sama menyentuh”. Sebagai gejala sosial
kontak tidak perlu terjadi dengan saling menyentuh saja, oleh karena itu orang
dapat mengadakan hubungan dengan orang lain dengan melalui kontak secara fisik
maupun non fisik. Misalnya, melalui fisik yaitu ebrhadapan secara langsung
dalam satu tempat yang sama, sedangkan yang non fisik atau secara tidak
langsung yaitu ketika komunikasi tersebut dilakukan melalui telepon, surat, dan
sebagainya.
Kontak sosial ada yang bersifat positif
dan ada pula yang bersifat negatif. Kontak sosial yang bersifat positif dapat
mengarahkan pada suatu kerja sama, sedangkan kontak yang bersifat negatif dapat
mengarahkan seseorang pada suatu pertentangan atau konflik bahkan dapat
menyebabkan tidak terjadinya interaksi sosial.
Perlu di catat bahwa terjadinya kontak
tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan
terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial dapat pula bersifat primer dan
sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila yang mengadakan kontak hubungan
langsung bertemu dan bertatap muka, seperti misalnya jika orang-orang tersebut
berjabat tangan, saling tersenyum, dan lain-lain dalam satu tempat yang sama.
Sebaliknya kontak sekunder berlangsung memerlukan perantara. Karena
interaksi dilakukan individu satu dengan
lainnya dalam tempat yang berbeda sehingga membutuhkan perantara.
2. Adanya
komunikasi
Seseorang memberikan tafsiran pada
tingkah laku atau perasaan-perasaan orang lain dalam bentuk komunikasi secara
verbal atau non verbal berupa gerak-gerik badan, atau sikap-sikap tertentu.
Misalnya seorang anggota pramuka di atas sebuah bukit pada malam hari
mengirimkan isyarat morse dengan lampu senter yang ingin menyampaikan pesan
berupa kata E-L-O-K secara berulang-ulang dengan lampu senter. Apabila orang
tidak memahami sandi morse, barangkali isyarat tersebut dianggap sebagai sinar
lampu biasa, dan itu juga tidak terjadi suatu komunikasi. Lain halnya bila
isyarat tersebut diterima oleh anggota pramuka, pasti ia akan segera mengerti
maksud dari isyarat tersebut.
Komunikasi adalah proses menyampaikan
pesan dari satu pihak ke pihak lain sehingga terjadi pengertian bersama. Dalam
komunikasi terdapat dua pihak yang terlibat, pihak yang menyampaikan pesan
disebut komunikator dan pihak penerima pesan disebut komunikasi. [10]
Ada 3 tahap penting dalam proses
komunikasi, yaitu:
a. Encoding,
pada tahap ini gagasan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam
kalimat atau gambar. Dalam tahap ini, komunikator harus memilih kata, istilah,
kalimat atau gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus
menghindari pengguaan kode-kode yang membingungkan komunikan.
b. Penyampaian,
pada tahap ini istilah atau gagasan yang sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat
atau gambar disampaikan. Penyampaian dapat berupa lisan, tulisan, dan gabungan
dari keduanya.
c. Decoding,
pada tahap ini dilakukan proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang
diterima menurut pengalaman yang dimiliki.[11]
Dalam hal ini, komunikasi merupakan
syarat terjadinya interaksi sosial. Karena komunikasi adalah alat untuk
melakukan interaksi sosial, jika tidak ada komunikasi maka interaksi sosial
juga tidak akan terjadi. Bahkan, meskipun sudah melakukan komunikasi tetapi
jika komunikasi tersebut dilakukan secara tidak baik atau tidak sesuai dengan
tahap pada komunikasi maka itu juga tidak bisa disebut dengan komunikasi dan
tidak dapat mewujudkan interaksi sosial.
Dengan demikian, interaksi sosial akan
terjadi jika sudah memenuhi kedua syarat yang telah dijelaskan di atas yaitu
kontak sosial dan komunikasi. Adanya kontak sosial dan komunikasi yang baik
hendaknya dapat menciptakan interaksi sosial yang baik pula. Diharapkan
tiap-tiap individu lebih memperhatikan dan mempertimbangkan dengan baik ketika
akan melakukan kontak sosial dan komunikasi, karena itu akan mempengaruhi
berhasil atau tidaknya sebuah interaksi sosial, dan akan membawa dampak positif
dan negatif sesuai dengan cara mereka melakukan kedua syarat interaksi sosial
tersebut.
D. Faktor-faktor
Interaksi Sosial
Adapun factor-faktor yang mendasari
berlangsungnya interaksi sosial, yaitu:
1. Faktor
imitasi
Imitasi
adalah suatu tindakan meniru orang lain. Imitasi atau perbuatan meniru bisa
dilakukan dalam bermacam-macam bentuk. Misalnya meniru dalam hal gaya bicara,
tingkah laku, adat dan kebiasaan, pola pikir, serta apa saja yang dimiliki atau
dilakukan seseorang.
Menurut Dr. A.M.J
Chorus, ada syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan imitasi, yaitu adanya
minat atau perhatian terhadap obyek atau subyek yang akan ditiru, serta adanya
sikap menghargai, mengagumi, dan memahami sesuatu yang akan ditiru.
Dalam hal ini faktor
imitasi mempunyai peranan sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah
satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi
kaidah-kaidah yang berlaku. Sehingga tiap-tiap individu yang akan melakukan
imitasi sebaiknya memperhatikan tokoh yang akan ditiru sebelum memutuskan untuk
mengikutinya.
2.
Faktor sugesti
Sugesti dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial merupakan sebuah
pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain,
yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Dalam psikologi sugesti
dibedakan menjadi:
a. Autosugesti,
yaitu sugesti terhadap diri sendiri yang datang dari dirinya sendiri.
b. Heterosugesti,
yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Arti dari sugesti dan
imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya
adalah bahwa dalam imitasi orang yang satu mengikuti salah satu darinya,
sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap lalu diterima
oleh orang lain.
Dalam ilmu jiwa sosial
sugesti dapat dirumuskan sebagai satu proses di mana seorang individu menerima
suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa
dikritik terlebih dahulu.
3. Faktor
identifikasi
Identifikasi dalam
psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik
secara lahiriyah maupun batiniah. Di sini dapat diketahui, bahwa hubungan
sosial yang berlangsung pada identifikasi adalah lebih mendalam daripada
hubungan yang berlangsung atas proses-proses sugesti maupun imitasi. Karena
dalam proses identifikasi kepribadian seseorang dapat terbentuk. Orang
melakukan identifikasi karena seringkali memerlukan tipe ideal atau tokoh yang
bisa dijadikan panutan dalam hidupnya.
Proses identifikasi
dapat berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja. Meskipun tanpa sengaja,
orang yang mengidentifikasi tersebut benar-benar mengenal orang yang
diidentifikasi sehingga sikap atau pandangan yang diidentifikasi benar-benar
meresap dalam jiwanya.
4. Faktor
simpati
Simpati adalah perasaan
tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Perasaan simpati muncul
tidak harus dengan pemikiran yang matang. Melainkan berdasarkan penilaian
perasaan, seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba
merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara
tingkah laku menarik baginya.[12]
5. Empati
Empati merupakan simpati yang mendalam
yang dapat mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang. Contohnya, seorang ibu
akan merasa kesepian ketika anaknya yang bersekolah di luar kota. Ia selalu
rindu dan memikirkan anaknya tersebut sehingga jatuh sakit.[13]
Seseorang yang sudah pada tahap empati
tidak hanya berhenti pada rasa iba terhadap orang lain, melainkan ia akan
melakukan tindakan untuk menolong orang yang dikasihaninya. Empati ini sudah
pada tahap member tindak lanjut setelah merasa simpati terhadap orang lain.
Berlangsungnya suatu proses interaksi
yang didasarkan berbagai faktor di atas, di antaranya faktor imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati, dan empati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak
sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung. Apabila
masing-masing ditinjau secara lebih mendalam, faktor imitasi mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya
adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi nilai-nilai yang
berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal
negative di mana yang ditiru adalah tindakan- tindakan yang menyimpang. Selain
itu, imitasi juga dapat melemahkan bahkan mematikan pengembangan daya kreasi
seseorang.
Selain faktor eksternal seperti yang
disebutkan di atas, terdapat pula faktor internal yang mendorong adanya
interaksi sosial, yaitu :
1. Dorongan untuk meneruskan atau
mengembangkan keturunan. Dorongan ini bersifat kodrati artinya tidak usah
dipelajaripun seseorang akan mengerti sendiri dan secara sendirinya pula orang
akan berpasang-pasangan untuk meneruskan keturunannya agar tidak mengalami
kepunahan. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-nahl
ayat 72 yang berbunyi:
ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurø—r& tûüÏZt/ Zoy‰xÿymur Nä3s%y—u‘ur z`ÏiB ÏM»t6Íh‹©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ
Yang artinya: Allah
menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah ?"
2. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan.
Dorongan untuk memenuhi kebutuhan manusia memerlukan keberadaan orang lain yang
akan saling memerlukan, saling tergantung untuk saling melengkapi kebutuhan
hidup. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-nisa
ayat 1 yang berbunyi:
$pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u‘ “Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oy‰Ïnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry— £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í‘ #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# “Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnö‘F{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3ø‹n=tæ $Y6ŠÏ%u‘ ÇÊÈ
Yang
artinya: Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
3. Dorongan untuk mempertahankan hidup.
Dorongan untuk mempertahankan hidup ini terutama dalam menghadapi ancaman dari
luar seperti ancaman dari kelompok atau suku bangsa lain, ataupun dari serangan
binatang buas. Maka manusia membutuhkan orang lain untuk menyelamatkan diri
dari hal itu.
4. Dorongan untuk berkomunikasi dengan sesama.
Secara naluriah, manusia memerlukan keberadaan orang lain dalam rangka saling
berkomunikasi untuk mengungkapkan keinginan yang ada dalam hati masing-masing
dan secara psikologis manusia akan merasa nyaman dan tentram bila hidup
bersama-sama dan berkomunikasi dengan orang lain dalam satu lingkungan sosial
budaya.[14]
Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor
minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial,
walaupun di dalam kenyataannya proses tadi memang masih kompleks, sehingga
kadang-kadang sulit untuk mengadakan pembedaan yang tegas antara faktor-faktor
di atas. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa imitasi dan sugesti terjadi
lebih cepat, namun pengaruhnya kurang mendalam apabila dibandingkan dengan
identifikasi dan simpati yang relatif lebih lambat pada proses berlangsungnya.
E.
Aturan
dalam Interaksi Sosial
Dalam
interaksi sosial terdapat bebrapa aturan, di antaranya:
1. Aturan
mengenai ruang
Karl dan Yoels mendasarkan teorinya pada
karya Edward T. Hall pada tahun 1982 mengenai konsep jarak sosial atau
proxemics. Menurut Hall, dalam interaksi sosial, orang cenderung menggunakan
empat macam jarak, yaitu jarak intim (intimate distance), jarak pribadi
(personal distance), jarak sosial (social distance), dan jarak public (public
distance).
a. Pada
jarak intim
Pada
jarak ini seseorang melakukan interaksi sosial dengan jarak sekitar 00-45 cm,
di cirri-cirinya yaitu terjadi keterlibatan secara intensif panca indra dengan
tubuh orang lain.
b. Jarak
pribadi
Pada
jarak ini, interaksi terjadi sekitar 45 cm- 1,22 m, cenderung dijumpai dalam
interaksi antara orang yang berhubungan dekat, seperti antar hubungan ibu dan
anak.
c. Jarak
sosial
Interaksi
terjadi pada jarak sekitar 1,22m – 3,66 m, orang yang berinteraksi dapat
berbicara secara wajar dan tidak saling menyentuh.
d. Jarak
publik
Ciri-cirinya
yaitu orang berinteraksi pada jarak di atas 3,66, umumnya dipelihara oleh orang
yang harus tampil di depan umum, seperti politisi, aktor.
Dari pengamatan itu Hall menyimpulkan
bahwa aturan jarak tersebut tidak dapat diberlakukan di setiap masyarakat.
2. Aturan
mengenai waktu
Waktu juga dapat mengatur interaksi,
misalnya tentang disiplin tepat waktu dalam proses pembelajaran perkuliahan.
Pada saat ada kemoloran baik keterlambatan yang berasal dari dosen maupun
mahasiswa, pasti akan menimbulkan dampak negative misalnya terjadi
ketidaktuntasan penyampaian materi akibat seorang dosen yang dating tidak tepat
waktu. Sehingga yang seharusnya dapat menyampaikan dua materi dalam satu
pertemuan, hanya dapat menyampaikan satu materi karena keterlambatannya.
kegelisahan berbagai pihak yang dapat mempengaruhi materi/isi dari apa yang
dibicarakan.
3. Aturan
mengenai gerak tubuh
Komunikasi nonverbal (tanpa menggunakan
bahasa lisan dan tulis) merupakan bentuk komunikasi pertama bagi manusia.
Komunikasi nonverbal ini terkadang baik disadari ataupun tidak, digunakan untuk
menyampaikan pesan dalam interaksinya dengan orang lain.[15]
F. Sumber
yang Mendasari Interaksi (Menurut Karl dan Yoels)
Menurut Karl dan Yoels
bahwa ciri
seseorang yang dibawa sejak lahir, seperti jenis kelamin, usia dan ras sangat
menentukan interaksi terutama pada masyarakat yang sehari-harinya berada di
lingkungan yang diskriminatif. Beberapa hal
tersebut, di antaranya:
1. Warna
kulit
Warna kulit, mempunyai pengaruh pada
proses interaksi sosial. Contohnya di Negara Afrika Selatan pada era apartheid,
orang kulit putih tidak mau berinteraksi dengan orang kulit hitam.
2. Usia
Cara seseorang berinteraksi dengan
seseorang yang lebih tua seringkali berbeda dengan orang yang sebaya atau
dengan orang yang lebih muda.
3. Jenis
kelamin
Jenis kelamin juga bisa mempengaruhi
interaksi seseorang terhadap yang lainnya. Contoh laki-laki cenderung
menghindari sekelompok perempuan yang tengah membicarakan kosmetik atau model
sepatu terbaru. Sebaliknya, perempuan pun cenderung menghindari dari percakapan
laki-laki tentang otomotif atau yang lainnya.
4. Penampilan
fisik
Selain warna kulit, usia dan jenis
kelamin, penampilan fisik juga sering menjadi sumber informasi dalam interaksi
sosial. Umumnya yang pertama kali dilihat dalam interaksi adalah penampilan
fisik seseorang. Ada beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa orang yang
berpenampilan menarik cenderung lebih mudah mendapatkan pasangan daripada orang
dengan penampilan yang kurang menarik.
5. Bentuk
tubuh
Menurut penelitian Wells dan Siegal,
orang cenderung menganggap bahwa terdapat kaitan antara bentuk tubuh dengan
sifat seseorang. Orang yang memiliki tubuh endomorph (bulat gemuk) dianggap
memiliki sifat tenang, santai, dan pemaaf. Orang yang memiliki tubuh mesomorph
(atletis, berotot) dianggap memiliki sifat dominan, yakin, dan aktif. Sementara
orang yang bertubuh ectomorph (tinggi, kurus) dianggap bersikap tegang dan
pemalu. Hal ini juga akan mempengaruhi cara berinteraksi.
6. Pakaian
Sumber informasi juga dapat diperoleh
dari pakaian seseorang. Seringkali seseorang yang berpakaian seperti eksekutif
muda lebih dihormati dibandingkan dengan orang yang berpakaian seperti
gelandangan.
7. Wacana
Dari pembicaraan seseorang, kita pun
dapat memperoleh informasi-informasi tentang dirinya. Kadang-kadang kita
mendengar seseorang berbicara bahwa ia baru saja bertemu dengan direktur sebuah
perusahaan terkenal atau dengan seorang gubernur. Dari perkataan orang itu,
kita bisa memperoleh informasi tentang orang itu.[16]
Dengan demikian, proses interaksi sosial
dapat dipengaruhi oleh hal-hal di atas yang terkadang kita anggap sebagai hal
wajar. Tetapi pada kenyataannya setelah kita amati, bahwa terdapat pengaruh
antara proses interaksi sosial dengan ciri seseorang yang dibawa sejak lahir
maupun dari gaya hidupnya. Seperti warna kulit, bentuk tubuh, usia misalnya
yang akan membedakan cara berinteraksi ketika dengan sesama usianya, dengan
yang lebih tua darinya. Gaya berbicaranya akan berbeda jika berinteraksi dengan
orang yang lebih tua, maka akan digunakan bahasa yang lebih halus, lembut,
sopan. Begitu juga dalam hal wacana, orang yang mempunyai wacana luas ketika
berinteraksi dengan orang yang juga berwawasan luas maka interaksi antara
keduanya akan nyambung. Berbeda dengan ketika yang diajak berinteraksi adalah
orang yang jauh tidak mempunyai wacana, maka pembicaraan akan terkesan monoton
hanya dikuasai oleh yang berwawawan luas. Jadi, beberapa hal di atas menurut
Karl and Yoels cukup berpengaruh dalam proses interaksi sosial. Tetapi,
meskipun demikian, kita sebagai manusia tidak boleh terlalu membeda-bedakan satu
sama lain dilihat dari status mereka, karena dalam Firman Allah surat An-Nahl ayat 97:
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍ‹ósãZn=sù Zo4qu‹ym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌ“ôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ
Yang
artinya:
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Dari ayat di atas maka sudah jelas bahwa
Usia, jenis kelamin, etnis dan kedudukan sosial tidak mendapat perhatian di
sisi Allah. Tolak ukur utama di sisi Allah adalah iman dan amal shaleh.
Sehingga sudah seharusnya kita sebagai makhluk ciptaan Allah tidak
membeda-bedakan dalam menjalin hubungan.
[1] Elly M.
Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
(Bandung: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP), 2007. Hlm. 92
[2] Diyo-Experience. 2013. Makalah
Tentang Interaksi Sosial. (Online). (http://diyo-experience.blogspot.com/2013/12/makalah-tentang-interaksi-sosial.html, diakses 09 Marert 2015).
[3] Muhammad Ziaul Haq Belajar untuk
Hidup, Hidup untuk Belajar. 2013. Makalah Interaksi Sosial. (online). (http://ziaulmuhammad.blogspot.com/2013/02/makalah-interaksi-sosial_6.html, diakses 13 Maret 2015).
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[5]
Elly
M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
(Bandung: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP), 2007. Hlm. 92-94
[6]
Diyo-Experience. 2013. Makalah Tentang Interaksi Sosial.
(Online). (http://diyo-experience.blogspot.com/2013/12/makalah-tentang-interaksi-sosial.html, diakses 09 Marert 2015).
[7] MGMP Sosiologi. Bahan Ajar Sosiologi Berdasarkan
KTSP SMA Kelas X Semester Ganjil. (Lamongan : Karya Pustaka Mandiri). 2009.
Hlm. 30-31
[8] BelajarPknMbedun. 2013. Kumpulan Tugas Makalah Sosiologi Interaksi
Sosial. (online).
(http://pknmbedun.blogspot.com/2013/06/makalah-sosiologi-interaksi-sosial.html
, diakses 13 Maret 2015)
[9]
Abdulsyani. Sosiologi. (Jakarta:
PT. Bumi Aksara). 2012. Hlm. 153-154
[10] Elly M. Setiadi,
Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Bandung:
KENCANA PRENADA MEDIA GROUP), 2007. Hlm. 95-97
[11] MGMP Sosiologi. Bahan Ajar
Sosiologi Berdasarkan KTSP SMA Kelas X Semester Ganjil. (Lamongan : Karya
Pustaka Mandiri). 2009. Hlm. 31
[12]
Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
(Bandung: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP), 2007. Hlm. 92-94
[13] MGMP Sosiologi. Bahan Ajar
Sosiologi Berdasarkan KTSP SMA Kelas X Semester Ganjil. (Lamongan : Karya
Pustaka Mandiri). 2009. Hlm. 33
[14]
Kuswanto dan Bambang Siswanto.
Sosiologi. (Solo: Tiga Serangkai). 2003. Hlm 55
[15] MGMP Sosiologi. Bahan Ajar
Sosiologi Berdasarkan KTSP SMA Kelas X Semester Ganjil. (Lamongan : Karya
Pustaka Mandiri). 2009. Hlm.34
[16] MGMP Sosiologi. Bahan Ajar
Sosiologi Berdasarkan KTSP SMA Kelas X Semester Ganjil. (Lamongan : Karya
Pustaka Mandiri). 2009. Hlm.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar