Sabtu, 22 Desember 2012

OSMAJUR PGMI iya iya ooo.. . .


Masih adakah HAM untuk Rakyat Pelosok??


Hak Asasi Manusia ( HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Adanya kerancuan terhadap Hak Asasi Manusia tepatnya di Indonesia masyarakat yang bermukim di daerah pelosok - pelosok. seperti rakyat yang tinggal di PAPUA, KALIMANTAN, dan lain-lain. ada sekelompok suku-suku yang tinggal di hutan nusantara mereka. bukan untuk mengasingkan diri, namun mereka mewujudkan rasa cinta tanah air mereka dengan tinggal dan hidup di tengah-tengah alam.
Untuk menyambung hidup mereka harus bergantung pada keadaan alam. Tetapi,  bukan berarti kita harus meninggalkan nasib dan hak asasi mereka dalam suatu negara. Orang-orang suku juga berhak mendapat kelayakan hidup seperti dalam hal pendidikan. Kebanyakan kita melupakan akan hak mereka dalam mendapatkan pendidikan, banyak tenaga pendidik atau pihak kependidikan lain yang enggan bercampur baur dan merealisasikan hak asasi suku-suku pelosok dalam mendapatkan pendidikan. Begitu juga dalam bidang kesehatan, masih sangat kurang tersentuh sama sekali, bagaimana tidak, semua petugas pendidikan demikian kesehatan rata-rata enggan jika harus bertugas membaur di masyarakat pelosok.  Padahal sangat ironis sekali jika kita membiarkan mereka begitu saja, dengan tidak memberikan apa yang seharusnya sudah menjadi haknya. Tanpa kita sadari, bahwa ketidak pedulian terhadap hak asasi masyarakatt pelosok dalam semua hal, khususnya dalam hal pendidikan dan kesehatan akan sama saja dengan membunuh dan mengurangi kualitas atau bibit unggul suatu bangsa. Karena bagaimanapun mereka adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak atas kemajuan bangsa Indonesia. Sedangkan, dalam keadaan yang seperti ini, dari mana mereka akan menjalankan tugas mereka dalam memajukan bangsa, kalau mereka tidak difasilitasi atas pendidikan atau kesehatan mereka yang menjadi faktor terpenting dalam menunjang hal-hal tersebut. sangat jarang sekali tenaga relawan yang mau terjun ke dalam suku-suku mereka, dengan berbagai alasan dan pertimbangan, seperti takut akan kelangsungan hidupnya selama membaur dengan orang-orang suku, dan lain-lain. Mereka tidak berfikir, bagaimana dengan orang-orang suku yang dalam hidupnya dihabiskan di daerah pelosok.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan Hak Asasi masyarakat suku dalam, karena Indonesia takkan indah tanpa mereka, slogan Bhinika Tunggal Ika takkan berarti tanpa adanya masyarakat suku dalam, oleh karena, mereka adalah bagian dari negara Indonesia, sudah sepatutnya kita memperhatikan dan memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan. Tanpa pertimbangan apapun, hak mendapatkan pendidikan dan kesehatan harus diterima oleh mereka.

OTODA Di LAMONGAN

            Mempergunakan hak, wewenang, dan suatu kewajiban bagi tiap-tiap daerah otonomi untuk mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat adalah suatu hal yang sangat tepat dan efisien untuk menambah pendapatan perkapita tiap-tiap daerah otonom. Selain itu, peran serta masyarakat juga akan terlibat. Dalam hal ini, system demokrasi yang dianut oleh Negara kita Negara republik juga akan semakin adanya penguatan tersendiri.
            Seperti yang telah kita ketahui pemerintah daerah Kabupaten Lamongan, yang hingga saat ini namanya telah membahana di tingkat nasional bahkan Internasional. Pemerintah kabupaten Lamongan memanfaatkan hak dan wewenang mereka dalam mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
            Pemerintah kabupaten Lamongan menciptakan sebuah tempat wisata yang sangat exclusive dan sangat cantik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi warga masyarakat kota Lamongan, warga dari luar kota, dan bahkan banyak turist-turist asing yang berwisata di sana. Apalagi kalau bukan Wisata Bahari Lamongan atau akrab di telinga kita dengan WBL. Wisata Bahari Lamongan (WBL) yang menjadi magnet pendapatan perkapita bagi pemerintah kabupaten Lamongan. Dengan berbagai keindahan, keeksotisan, yang disuguhkan, diantaranya panorama alam, yaitu pantai, tanjung kodok, dan berbagai macam wahana permainan disuguhkan di sana untuk menghibur semua orang yang berkunjung ke sana. Dengan memanfaatkan kekayaan alam yaitu keelokan lautan, sehingga pemerintah kabupaten Lamongan menyulap kota Lamongan menjadi kota yang glamour dan siap dikenal diberbagai penjuru dunia.
            Dengan adanya WBL pendapatan perkapita yang awalnya Rp. 3.282.222,00 pada medio 2003 mengalami kenaikan menjadi Rp. 5.063.220,00 pada tahun 2007. Dengan pendapatan yang tiap tahun meningkat itu, membuat semakin banyaknya pula layanan-layanan yang diberikan pemerintah kabupaten Lamongan pada masyarakat warga Lamongan.
Selain itu, masyarakat setempat juga berperan aktif dalam rangka melengkapi keglamouran WBL. Mereka dapat mengais rezky  dengan berdagang di area WBL. Sungguh efek yang luar biasa dengan adanya Otonomi Daerah (OTODA).


Minggu, 09 Desember 2012

Pendidikan atau Lahan Bisnis saja????


Guru sebagai tenaga pendidik profesional diakui secara hukum di Indonesia. Guru profesional tidak hanya memiliki kualifikasi akademik yang relevan dan memenuhi kompetensi guru sesuai kriteria standar pendidik, tetapi juga memiliki sertifikat profesi guru.
2013 yang akan datang, dunia pendidikan di Indonesia sudah digemparkan dengan adanya kebijakan baru dari pemerintah mengenai calon pendidik.
            Bagaimana tidak? Tenaga pendidik yang seharusnya diambil dari masyarakat yang mempunyai keahlian di bidang pendidikan dan memang sudah menjadi bidangnya, dalam arti lain lulusan program pendidikan. 2013 nanti akan bercampur baur, akibat adanya kebijakan baru pemerintah mengenai sistem PPG ( Pengembangan Profesi Guru ), yang di mana dalam kebijakan ini, calon pendidik dapat berasal dari segala macam jurusan. Bukan hanya terfokus pada program jurusan pendidikan yang sudah selazimnya menjadi calon pendidik profesional, namun dengan sistem ini calon pendidik bisa saja berasal dari program jurusan tekhnik, ilmu murni, dan lain-lain. Mereka dapat dengan mudah masuk dalam dunia pendidikan (menjadi guru) hanya dengan menambah study nya selama satu tahun untuk mendapat sertifikat pendidik. Padahal, untuk menjadi guru profesional itu tidak semudah membalikkan tangan, banyak syarat yang harus dipenuhi, diantaranya; memiliki nilai akademik, ketrampilan mendidik, bersosialisasi dengan peserta didik, dan masih banyak lagi. Yang semua itu tidak mungkin bisa ditempuh hanya dalam waktu Delapan bulan saja yang terhitung dalam satu tahun. Sungguh ironis, bagaimana dengan nasib generasi bangsa dan calon pendidik kelak? Karena dengan kebijakan PPG tersebut tentunya akan mempersempit lahan atau kesempatan bagi calon pendidik yang benar-benar sudah digodok dan mengenyam pendidikan selama empat tahun untuk menjadi guru profesional.
            Adanya kebijakan PPG juga akan berpotensi besar adanya kasus korupsi dan diagnosa sebagai lahan bisnis pemerintah saja, karena bisa saja pihak-pihak tertentu akan memanfaatkan keadaan ini dengan menjual sertifikat pendidik secara mudah untuk siapa saja.
            Seharusnya dan memang sudah selazimnya tugas pemerintah adalah menghapus kebijakan PPG yang sebentar lagi akan terealisasi nampaknya. Dan akan membawa dampak besar bagi kualitas pendidikan di Indonesia.